Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 4)
Oct 30, 2017
Makam Raden Wiralodra (Dok. Didno) |
Cerita ini merupakan lanjutan dari Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 1), Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 2) dan Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 3).
Raden Wiralodra dan Ki Tinggil beristirahat melepas lelah di bawah sebatang pohon kiara besar dan rindang. Mereka berdua kelelahan karena mengejar kijang kencana tadi. Keduanya tertidur dengan nyenyaknya.
Dalam tidurnya itu Raden Wiralodra bertemu dengan Ki Sidum dan berkata “Hai cucuku, inilah hutan Cimanuk yang tuan cari, disinilah kelak tuan bermukim dan anak cucu tuan dengan tentram dan berbahagia".
Raden Wiralodra terkejut dan bangun dari tidurnya, sementara Ki Tinggil masih kedengaran mendengkur di sisinya. Raden Wiralodra segera membangunkan pembantunya yang setia itu seraya berkata “Aku tadi bermimpi mendengar suara yang mengatakan bahwa inilah letak hutan Cimanuk yang kita cari”. Ki Tinggil menjawab, “jika demikian marilah kita segera mencari tempat yang baik untuk membuat gubug dan ladang”.
Maka keduanya segera berangkat dan berjalan sambil melihat-lihat dimana sebaiknya membuat gubug dan ladangnya didirikan. Akhirnya mereka mendapatkan tempat yang baik sesuai dengan seleranya dan mereka segera memulai menebang hutan dan dibuatnya sebuah pondok kecil untuk tempat tinggalnya. Adapun tempat yang dipilihnya itu terletak di sebelah barat ujung sungai Cimanuk.
Raden Wiralodra dan Ki Tinggil setiap harinya bekerja keras membuat sawah dan ladang sambil tirakat seperti yang telah dipesankan oleh Ki Sidum. Segala binatang penghuni rimba raya seperti harimau, banteng, badak dan sebagainya lari ketakutan karena merasakan sangat panas. Demikian pula segala makhluk halus seperti jin, setan dan durbiksa lari bertebaran meninggalkan tempat itu.
Diceritakan di hulu sungai Cimanuk ada sebuah kerajaan siluman. Adapun yang bertahta sebagai rajanya adalah Budipaksa, sedang yang menjadi patihnya adalah Bujarawis. Pada suatu hari Raja Budipaksa dan Patihnya sedang duduk di singgasana, didepannya ada para mantri dan hulubalang yang terdiri dari segala jin merkayangan dan para makhluk halus.
Patih Bujawaris segera datang dan menyembah rajanya “Daulat tuanku, menurut laporan yang hamba terima dari para mantri dan hulubalang, banyak rakyat dedemit akhir-akhir ini melarikan diri karena ketakutan dan merasa kepanasan. Demikian pula binatang dari yang kecil sampai kepada binatang yang besar-besar. Kabarnya di hutan Cimanuk ada manusia pendatang yang sedang menebangi hutan untuk dijadikan tempat tinggalnya".
Mendengar laporan Maha Patih Bujarawis itu, Raja Budipaksa amat murkanya, karena daerah kekuasaannya diganggu oleh manusia pendatang tanpa sepengetahuannya. Maka iapun berkata “Hai patih, siapa manusia yang berani berbuat kurang ajar di daerah kekuasaan kami? Kumpulkan semua wadyabala dedemit dan perintahkan supaya segera menangkap manusia yang lancang tangan itu".
Patih Bujawaris segera mohon diri untuk melaksanakan perintah sang raja dan mengepung tempat Wiralodra dan Ki Tinggil yang sedang bekerja. Raja Budipaksa yang lebih dahulu datang ke tempat Wiralodra bekerja segera menegur dengan geram dan berkata :
“Hai satria apa sebabnya engkau berani merusak daerah kekuasaanku dan mengusir rakyatku, siapa yang memberi izin kepadamu untuk berbuat selancang itu. Enyahlah engkau dari sini, kalau tidak ketahuilah olehmu bahwa aku adalah Raja Budipaksa, Raja segala dedemit dan merkayangan yang memerintah daerah ini”.
Dengan tenang Raden Wiralodra menjawab ancaman raja Budipaksa, dia pun berkata “Hai Budipaksa, hutan ini diciptakan oleh Tuhan untuk dimanfaatkan oleh manusia dan akulah manusia yang akan memanfaatkannya. Kalau memang engkau tinggal disini, tinggallah dengan tenang bersama kami, aku tidak akan mengganggumu dan engkaupun jangan menggangguku, kita sama-sama makhluk Tuhan walaupun berlainan jenisnya”.
Akan tetapi Raja Budipaksa yang sedang marah dan sok berkuasa tersebut, merasa dihina oleh kata-kata Wiralodra, karena itu ia semakin meluap-luap emosinya dan berkata “Hai manusia, jangan banyak bicara, kalau engkau tidak segera meninggalkan tempat ini, akan kupatahkan batang lehermu”.
Wiralodra ppun mulai naik darah mudanya, maka iapun menjawab “Hai iblis, kau sangka aku takut kepadamu, memangnya leherku kau sangka biting yang mudah dipatahkan oleh sembarang orang?”. Sementara wadyabala dedemit secara semrawutan mengeroyok Wiralodra. Ki Tinggil yang mengetahui peristiwa itu segera membaca do’a yang membuat wadyabala dedemit lumpuh tak sanggup melawan Raden Wiralodra.
Semua wadyabala dedemit lari tunggang langgang, tidak sanggup lagi berkelahi melawan Raden Wiralodra , kecuali seorang yang kelihatan sangat tangguh, masih terus berkelahi melawan Raden Wiralodra, orang itu adalah Pangeran Werdinata yaitu raja dari Pulo Mas.
Tiba-tiba datanglah duta dari Tunjung Bang bernama Kala Cungkring dan Langlang Jagat menghampiri Pangeran Werdinata seraya berkata “Hai pangeran, janganlah pangeran berani mengganggu Raden Wiralodra sebab beliau itu adalah keturunan dari Majapahit. Lebih baik kalian bersahabat”. Keduanya menghentikan pertikaian dan saling meminta maaf atas kehilafannya.
Wiralodra tercengang, dia pun bertanya “Siapakah gerangan Tuan Hamba ini, mengapa pula sekonyong-konyong memohon maaf kepada hamba?”. Pangeran Werdinata menjawab “Adapun hamba adalah Raja Pulo Mas dan nama hamba Werdinata”.
Syukurlah kalau begitu, jawab Wiralodra, marilah kita jalin persaudaraan sampai kepada anak cucu kita kelak. Kemudian Pangeran Werdinata meninggalkan Raden Wiralodra kembali ke tempatnya di Pulo Mas.
Setelah perang selesai dan diakhiri dengan persahabatan, maka Raden Wiralodra dan Ki Tinggil melanjutkan pekerjaannya membabad hutan tanpa ada gangguan dan dijadilkan ladang tempat mereka bercocok tanam dan mendirikan rumahnya.
Dikutip dari Buku Sejarah Indramayu karya H.A Dasuki (1977).