Supali Kasim Penulis Buku Yang Peduli dengan Budaya dan Sejarah Indramayu
Jun 9, 2015
Supali Kasim |
Mungkin belum banyak orang mengetahui siapa itu Supali Kasim. Dia adalah seorang penulis beberapa buku dari Indramayu. Pria kelahiran 15 Juni 1965 di Juntinyuat Indramayu ini sudah banyak tulisannya dimuat di beberapa media masa seperti Kompas Jabar, Pikiran Rakyat, Republika, Edisi Cirebon, Kabar Cirebon dan lain-lain.
Beberapa karyanya yang telah dibukukan dan dipublikasi seperti Bergegas ke Titik Nol (Kumpulan Puisi Bahasa Indonesia), Sesambat (Kumpulan Puisi Bahasa Cerbon), Menapak Jejak Sejarah Indramayu serta Budaya Dermayu: Nilai-nilai Historis, Estetis dan Transendental.
Selain buku-buku tadi, dia juga berkolaborasi dengan penulis lain dengan mempersembahkan beberapa karyanya seperti buku Tarling: Migrasi Bunyi dari Gamelan ke Gitar-Suling, Wong Dermayu Ngomong, Fenomena dan Dinamika Seni Tradisi Indramayu, Perempuan Inspiratif Jawa Barat.
Dia juga menulis kumpulan puisi berbahasa Indonesia yakni Kiser Pesisiran, Dari Negeri Minyak, Narasi Tembuni, dan kumpulan cerpen berbahasa Indonesia Matahari Retak di Atas Cimanuk.
Kumpulan puisinya yang berbahasa Cirebon seperti Susub Landep, Nguntal Negara, Gandrung Kapilayu, dan Suluk-suluk Pesisir.
Supali Kasim juga aktif membuat buku pelajaran berbahasa Indramayu yakni Genau Basa Dermayu Kelas 4, 5, dan 6 Sekolah Dasar. Buku ini tentu digunakan khusus di wilayah Indramayu yang menggunakan bahasa Dermayu.
Ditengah-tenagah kesibukannya yang sangat padat, dia masih bisa menyisipkan waktunya berdiskusi dengan rekan-rekannya serta generasi muda yang peduli dengan budaya dan sejarah Indramayu.
Salah satu pemikiran yang masih mengganjal dibenaknya adalah mengenai hari jadi kabupaten Indramayu. Menurut dia tanggal 7 Oktober bukan tanggal yang tepat dijadikan hari jadi Indramayu. Karena penetapan tanggal tidak sesuai dengan yang dia harapkan. Pasalnya tanggal penetapan itu berdasarkan babad Dermayu bukan sejarah Indramayu.
Tetapi Supali Kasim menghargai karya Bapak Dasuki yang menjadikan babad Dermayu menjadi Sejarah Indramayu dengan menetapkan tanggal 7 Oktober sebagai hari jadi Indramayu. Padahal menurut dia penetapan tanggal 1 Muharam 934 Hijriah pun tidak sesuai. Karena menurut dia 934 bukan Hijriah tetapi tahun Saka. Antara tahun Hijriah dan Saka tentu berbeda penanggalannya. Apalagi diubah menjadi tahun Masehi.
Selain itu dia juga tidak sependapat mengenai Prasasti Wiralodra. Menurut dia, itu bukan Prasasti karena ditulis kembali oleh orang pada zaman sekarang bukan peninggalan zaman dahulu yang usianya ratusan tahun. Prasasti Wiralodra tersebut sebenarnya berdasarkan tulisan pada sebuah kitab yang ditulis di daun lontar.
Maka tidak heran jika selama ini dia tokoh paling tidak sepakat tanggal 7 Oktober dijadikan sebagai hari jadi Kota Indramayu. Untuk itu dia mengajak generasi muda untuk terus menggali dan mempelajari sejarah dan budaya Indramayu. Karena dari sejarah kita bisa belajar tentang pengalaman sesorang pada masa lampau. Agar generasi muda yang ada pada saat ini dan nanti bisa melihat jatidirinya sebagai seorang Warga Indramayu.