Sejarah Kedatangan Wiralodra di Indramayu (Bagian 6)
Nov 2, 2017
Makam Selawe (Dok. Didno) |
Mendengar
ucapan Nyi Endang Darma yang lemah lembut serta sopan santun, Ki Tinggil segera
menjawab “Kalau demikian maksud tuan hamba pun tidak keberatan silakan tuan
hamba memilih tempat yang baik dimana saja tuan hamba menyukainya, karena tanah
disini masih cukup luas.
Setelah
mendapat izin dari Ki Tinggil Nyi Endang
Darma mohon diri sambil mengucapkan terima kasih, kemudian pergi mencari tempat
untuk tempat tinggal dan bercocok tanam.
Setelah Nyi
Endang Darma pergi, Ki Tinggi termenung mengagumi kecantikan Nyi Endang Darma
serta perilakunya yang mengecewakan sedikit pun. Dalam hatinya ia berkata “alangkah
cantiknya wanita ini lagi pula sopan dan santun dalam tindak tanduknya. Pantas
benar andaikata ia mendampingi Raden Wiralodra sebagai isterinya".
Setelah
dipilihnya tempat yang baik, maka mereka pun segera mulai mendirikan rumah dan
membuat ladang. Ladangnya tumbuh dengan suburnya sehingga tetangganya banyak
yang meminta nasehat kepada Nyi Endang Darma, bagaimana cara bercocok tanam
yang baik dan bisa mendapatkan hasil yang melimpah.
Lambat laun
semua penduduk di pedukuhan Cimanuk itu berguru kepadanya. Nama Nyi Endang
Darma jadi masyhur dan terdengar ke mana-mana. Karena selain mengajarkan ilmu
pertaniannya, Nyi Endang Darma juga mengajarkan juga ilmu kanuragan.
Kabar
tersebut terdengan hingga ke negeri Palembang. Seorang pangeran yang
mengajarkan ilmu kanuragan dan banyak pula muridnya, yakni Pangeran Guru
mendengar hal tersebut bahwa di lembah Cimanuk ada seorang wanita yang cantik
yang mengajarkan ilmu kanuragan.
Mendengar
kabar tersebut dia tergerak hatinya untuk mencoba sampai dimana kebolehan
wanita tersebut dalam hal ilmu kanuragan. Memang begitulah watak seseorang yang
merasa paling unggul dalam sesuatu hal, hingga akhirnya dia mengumpulkan
murid-muridnya untuk diajak pergi ke lembah Cimanuk dengan tujuan hendak
menguji kemampuan Nyi Endang Darma.
Kemudian
mereka berangkat menuju ke Lembah Cimanuk di Pulau Jawa. Setibanya di muara
sungai Cimanuk, Pangeran Guru bersama murid-muridnya yang berjumlah 24 orang,
langsung menuju ke rumah Nyi Endang Darma.
Adapun Nyi
Endang Darma yang sedang sibuk bekerja sangat terkejut ketika melihat orang
banyak menuju ke rumahnya dan masing-masing bersenjata lengkap. Nyi Endang Darma seperti kebiasaannya segera
keluar menyongsong kedatangan tamunya yang tidak dikenalnya itu dengan ramah
dan sopan. Kemudian dia berucap “Bahagialah saya kedatangan tamu agung, saya
persilakan mengambil tempat seadanya. Maafkanlah hanya inilah tempat hamba yang
kurang pantas untuk menerima kedatangan tamu agung".
Pangeran
Guru beserta muridnya pun tercengang menyaksikan keelokan paras Nyi Endang
Darma dan tingkah lakunya yang sangat ramah terhadap tamu yang belum
dikenalnya. Dalam hatinya mereka bertanya “benarkah wanita secantik ini
mengajarkan ilmu kanuragan yang biasanya hanya dikerjakan oleh pria?”.
Pangeran
Guru termenung sejenak seakan-akan dalam keadaan bermimpi tak tahu apa yang
hendak dilakukannya. Tiba-tiba terperanjat mendengar pertanyaan Nyi Endang
Darma yang lemah lembut “Duh Gusti, hamba sangat terkejut dan takut menerima
kedatangan tuan hamba yang tiba-tiba ini, darimana asal negeri tuan hamba dan
apakah gerangan maksud kedatangan tuan hamba di pondok hamba yang buruk ini?,
jika hamba perhatikan pakaian serta perlengkapan tuan hamba, tampaknya seperti
ada sesuatu yang sangat penting. Ataukah barangkali tuan hamba sedang mencari
seseorang yang melarikan diri dan disangka bersembunyi di pondok hamba ini,
silakan tuan teliti”.
Pengeran
Guru menjawab dengan agak kaku “Adapun nama hamba adalah Pangeran Guru, dari
negeri Palembang. Dan mereka itu adalah murid-murid hamba. Kedatangan hamba
kemari memang ada yang dicari, yaitu seorang wanita yang bernama Nyi Endang
Darma yang katanya mengajarkan ilmu kanuragan seperti kelakuan seorang pria. Berhubung
dengan itu kami dari perguruan kanuragan di Palembang ingin mengetahuui dan
ingin pula mencoba, apakah kami masih harus berguru lagi kepada seorang wanita.
Itulah sebabnya maka dari jauh kami datang ke sini".
“Duh Gusti,
tidak hamba sangka bahwa diri hamba akan mendapatkan penghormatan sedemikian
besarnya, sehingga seorang pangeran bersama murid-muridnya berkenan datang ke
pondok hamba, hanya karena ingin mencoba ilmunya, apakah tuan hamba rela
mengorbankan kehormatan seta kedudukan tuan hamba sebagai seorang pangerang dan
seorang guru pula. Hanya untuk bermain-main dengan seorang wanita dusun yang
tidak tahu apa-apa seperti hamba ini?”.
Pangeran Guru
merasa tersindair oleh ucapan Nyi Endang Darma yang halus tetapi menyengat itu,
maka ia pun segera menjawab “Hai Nyi Endang Darma, tak usah engkau banyak ulah
untuk merayu, sehingga kami membatalkan maksud kedatangan kami dari tempat yang
jauh”.
Bagaikan
disengat kalajengking Nyi Endang mendengar ucapan Pangeran Guru yang penuh
penghinaan serta kesombongan itu, maka ia pun segera menjawab “Duh Gusti, tidak
hamba sangka sedikitpun bahwa seorang satria bahkan seorang pangeran sanggup
mengeluarkan kata-kata yang sangat menghina martabat wanita. Apakah tuan hamba
tak dapat memilih kata-kata lain yang lebih baik terhadap seorang wanita?.
Kiranya bisa dimaafkan kalau tamu seperti itu tuan hamba ini harus diusir, jika
perlu dengan pucuk senjata. Apakah tuan hamba mengira bahwa Nyi Endang Darma
akan dapat ditakut-takuti dengan jumlah murid tuan yang banyak dan bersenjata
lengkap?.